Sumpahku Bukan Sumpah Pemuda


            Di Negara yang sedang kuinjak tanahnya sekarang ini, menjadikan bulan oktober sebagai bulannya pemuda. Masa emas karena berada ditengah-tengah antara masa anak-anak dan orangtua. Maka wajar, Presiden pertama di negaraku ini mengatakan, “Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan ku cabut Gunung Semeru dari akarnya. Dan berikan aku sepuluh orang pemuda yang mencintai bangsanya, maka niscaya akan ku guncang dunia”.
            Tapi ternyata, pemuda di negaraku ini hanya bersumpah pada bulan oktober disetiap tahun. Dan itu pun hanya beberapa jam.
            Semangat pemuda yang dibanggakan semua orang, ternyata makin lama makin padam. Jika ada 10 pemuda yang berkumpul, paling-paling jadi Boy Band. Jangankan menggoncang dunia, menggoncang satu provinsi saja mungkin tidak bisa. Yang ada, hanya melenakan orang-orang dengan lagu-lagu yang liriknya sama sekali tidak bermakna.
            Semangat pemuda yang hebat, seharusnya digunakan untuk hal-hal yang berguna. Tapi, melihat kondisi pemuda sekarang sangat miris. Pemuda sekarang, jangankan disuruh untuk berjuang atau berkorban, disuruh adzan saja pada ogah-ogahan. Makanya wajar, masjid-masjid sekarang dipenuhi dengan muadzin-muadzin tua yang suaranya terbatas. Mendengarnya bukan membangkitkan semangat, tapi miris.
Pemuda-pemuda kita sekarang pada terlena dengan budaya-budaya modern yang diimport dari asing. Menjadikan mereka hanya peduli pada diri sendiri. Sehingga malas untuk berjuang apalagi menjadi agen perubah. Padahal, Pemimpin untuk peradaban selanjutnya adalah kalian. Kalianlah harapan untuk melanjutkan perjuangan dalam menegakkan hukum-hukum Allah dimuka bumi. 

           Wahai pemuda! Buktikan kepemudaanmu!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Indonesia

Remaja itu, Bukan Kera Sakti

Menu Makan Siangku, Bukan Terserah