TIDAK BOLEH ADA BIAYA DALAM LELANG
#Seri Mu’amalah 10
TIDAK BOLEH ADA BIAYA DALAM LELANG
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
Dalam pembahasan yang lalu telah dijelaskan status kebolehan jual-beli lelang. Hanya saja, tidak boleh ada biaya untuk mengikuti lelang. Karena status biaya dalam kondisi tidak terjadi jual beli, sama artinya dengan memakan harta dengan cara batil. Ini jelas tidak boleh. Ini juga termasuk kategori gharar. Sebab, di situ ada kemungkinan satu pihak memperoleh sesuatu dengan merugikan pihak lain. Orang yang tidak membeli, jelas telah rugi dengan membayar biaya yang diambil oleh pihak lain, yaitu pemilik barang yang dijual dengan cara al-muzâyadah (lelang), padahal Rasul saw. telah melarang jual beli gharar [Hr. At-Tirmidzi].
Dengan demikian, daftar sejumlah syarat yang disyaratkan harus dibeli pada waktu mengikuti jual beli al-muzâyadah (lelang) tersebut harganya harus sama dengan nilai riilnya. Tidak boleh melebihi nilai riil daftar tersebut. Sedangkan jaminan yang dibayar oleh peserta, harus dikembalikan kepada setiap peserta yang tidak jadi membeli, dan dihitung sebagai bagian dari harga bagi peserta yang membeli.
Selain tidak boleh ada uang tambahan, dalam jual beli lelang ini juga harus ada khiyar majelis, kecuali itu diakui peserta yang hadir untuk ikut membeli dan penjual mengakui berlakunya jual beli, serta berakhirnya khiyar majelis dalam jual beli al-muzâyadah (lelang) tersebut. Rasul saw bersabda, “Jika dua orang saling menujual dan membeli, maka masing-masing memiliki hak khiyar selama belum berpisah, dan keduanya masih berkumpul, atau salah satu memberi hak khiyar untuk yang lain. Jika salah satu memberi hak khiyar, lalu keduanya melakukan jual beli atas dasar khiyar tersebut, maka jual belinya telah mengikat. Jika keduanya berpisah, setelah melakukan jual beli, dan salah satu dari keduanya tidak meninggalkan jual beli tersebut, maka jual beli itu telah mengikat.” [Hr. Muslim]
Khiyar majelis dinyatakan berakhir dengan pilihan penjual dan pembeli untuk mengikat jual beli mereka. Sabda Rasul saw, “…Jika salah satu memberi hak khiyar, lalu keduanya melakukan jual beli atas dasar khiyar tersebut, maka jual belinya telah mengikat. …” [Hr. Muslim]
Jika telah dilakukan pemilihan, maka khiyar majelis tersebut dinyatakan gugur, dan status jual belinya jadi mengikat. Artinya, jual beli tersebut telah dinyatakan berlaku. Jual beli al-muzâyadah (lelang) adalah bagian dari jual beli, sehingga termasuk dalam nas ini. Jika sudah diketahui dalam jual beli al-muzâyadah (lelang) tersebut dipilih untuk diteruskan, dan jual belinya telah mengikat, maka hak khiyar majelisnya pun telah berakhir.
Jika terjadi an-najasy dalam jual beli al-muzâyadah (lelang) dengan kolusi dan sepengetahuan dari penjual, maka pembeli memiliki hak khiyar antara meneruskan atau membatalkan akadnya. Penjual juga memiliki hak khiyar, jika terbukti di antara pembeli juga ada kolusi untuk menghalangi penawaran lebih tinggi supaya barang tersebut dijual dengan harga yang lebih rendah. Dalilnya adalah sabda Rasul saw, “Jangan kalian melakukan tanajusy (yaitu menawar untuk menaikkan harga, bukan karena memang ingin membeli).” Dan dari Ibn ‘Umar ra, “Rasulullah saw melarang an-najsyu (spekulasi).”
Ibn Hajar mengatakan tentang an-najasy, “An-Najasy secara bahasa adalah menghalau binatang buruan dan mengarahkannya ke suatu tempat untuk diburu… Dalam konteks syariah, maknanya adalah menaikkah harga barang dari orang yang tidak ingin membelinya agar orang lain membeli pada harga itu.” [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bârî, Juz IV, hal. 355]
Jadi an-najasy merupakan tipu muslihat. Padahal, Rasulullah saw telah bersabda, “(Orang yang melakukan) tipu muslihat berada di neraka.” [Hr. al-Bukhari]. Juga termasuk kategori tipu muslihat adalah kolusi di antara peserta lelang untuk tidak menaikkan (tawaran) agar barang tersebut dijual dengan harga yang lebih rendah.
Komentar