Ketika Khalifah dikritik

oleh Ust Dindin Misbahudin

Suatu Hari, Usai Mengurus Pemakaman Jenazah Sulaiman bin Abdul Malik, Sang Khalifah Umar bin Abdul Aziz pulang ke rumah untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba Abdul Malik bin Umar, Putra Sang Khalifah, Menghampirinya.
Ia bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, Apakah gerangan yg Mendorong Engkau Membaringkan diri di siang hari seperti ini ?” Umar bin Abdul Aziz Tersentak Campur Kaget Tatkala Sang Putra Memanggilnya dengan Sebutan Amirul Mukminin, Bukan Ayah, Sebagaimana Biasanya.

Ini isyarat, bahwa Putranya tengah Berbicara bukan sebagai Anaknya, melainkan Sebagai Rakyatnya yg Meminta Pertanggungjawaban Ayahnya sebagai Pemimpin Negara, Bukan Sebagai Kepala Keluarga. Umar bin Abdul Aziz menjawab Pertanyaan Putranya, “Aku Letih dan Butuh Istirahat Sejenak.”
“Pantaskah Engkau Beristirahat, Padahal masih banyak Rakyat yg Teraniaya ?” Kritik Sang Rakyat yg 'Kebetulan' Anaknya.

“Wahai Anakku, Semalam Suntuk Aku Menjaga Pamanmu. Nanti Usai Dhuhur Aku Akan Mengembalikan hak-hak orang yg Teraniaya,” Jawab Umar bin Abdul Aziz.

“Wahai Amirul Mukminin, Siapakah yg Dapat Menjamin Engkau Hidup Sampai Dhuhur Jika Allah Mentakdirkanmu Mati Sekarang ?” Kata Abdul Malik. Mendengar Ucapan Anaknya itu, Umar bin Abdul Aziz Semakin Terperangah.
Umar bin Abdul Aziz Terperangah Bukan Marah. Bukan Pula Jengah. Ia Tak Kemudian Memerintahkan Aparat Keamanan Menangkap Sang Pengkritik. Ia pun Tidak Meminta kepada Sang Pengkritik untuk Menyertakan Solusinya.

Ia Terperangah Karena Takjub. Ia Senang Dikritik dan Diingatkan Oleh Rakyatnya. Dengan Adanya Kritik, ia kembali Bersemangat Bekerja.
Lalu, ia Memerintahkan Anaknya untuk Mendekat, Diciumlah Anak itu Sembari Berkata, “Segala Puji Bagi Allah yg Telah Mengaruniakan Kepadaku Anak yg Telah Membuatku Menegakkan Agama.”

Selanjutnya, ia Perintahkan Juru Bicara Khalifah Untuk Mengumumkan kepada Seluruh Rakyat, “Barang Siapa yg Merasa Terzhalimi oleh Kebijaksanaan Khalifah, Hendaknya Menyampaikan Keberatan dan Kritiknya Kepada Khalifah.

Umar bin Abdul Aziz Memimpin Sebuah Negara , Tidak Lama, 29 Bulan Saja. Namun, Keteladanan Kepemimpinan pada Masa Umar bin Abdul Aziz tersebut Terpatri Abadi Dalam Prasasti Sejarah. Betapa Selama Periode Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, Kehidupan Masyarakat Makmur dan Sejahtera Secara Merata. Hingga Pada Masa itu, Negara Kesulitan Membagikan Zakat. Bukan karena Tidak ada yg Membayar Zakat. Melainkan karena Setiap Rakyat sudah tidak menjadi Mustahik (orang yg berhak menerima zakat). Seluruh Rakyatnya Sudah menjadi Muzakki (pembayar zakat), yg Artinya Seluruh Rakyatnya Adalah Orang Kaya Semua.

Dalam Menjalankan Kepemimpinannya, Umar bin Abdul Aziz Tidak Pernah luput dari Memprioritaskan Allah Dalam tiap Aktivitasnya. Umar bin Abdul Aziz, Merupakan orang yg Paling Takut kepada Allah swt. Istrinya, Fathimah binti Abdul Malik pernah berkata Sepeninggal Beliau: “Demi Allah, Sungguh Umar bukanlah orang yg Shalat dan Puasanya Lebih Banyak Daripada Kalian. Tapi Demi Allah, Aku Tak Pernah Melihat Orang yg Sangat Takut Pada Allah Melebihi Umar”. Hal ini Patut Dicontoh Oleh Pemimpin Saat ini.

Prioritasnya Adalah Allah dan Rakyatnya. Umar Merupakan Pemimpin yg Sangat Memperhatikan Rakyatnya. Pintu Istana dan Rumahnya selalu Terbuka untuk siapapun, Rakyatnya yg ingin Mengadukan Keluhan ataupun Meminta Bantuan. Istananya Terbuka untuk Menerima Kritik dan Masukan. Dan ia Selalu Menghadapi Rakyatnya yg Mengkritiknya. Tidak Sekali pun Umar 'berbalik badan' Apalagi 'Kabur ke Bandara'.
Umar pun Adalah Pemimpin yg Tegas dan Adil Dalam Menetapkan Hukum. Tajam ke Atas dan Tajam pula ke Bawah. Ia Tegas kepada Siapa pun, Koalisi Ataupun Oposisi. Ia Tidak Memandang Bulu Dalam Penegakan Hukum, meskipun pada Pejabat, Koalisi dan Keluarganya Sendiri.

Dengan, Sebegitu Hebatnya Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, ia tak minta Dua Periode. Ia tak Sekalipun Berharap Dukungan Melanjutkan Jabatannya. Bahkan, Berdoa untuk itu saja tidak. Sebaliknya, ia Malah Berdoa kepada Allah Agar Cepat Disudahi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Indonesia

Remaja itu, Bukan Kera Sakti

Menu Makan Siangku, Bukan Terserah