Selalu Optimis
Muhammad Al Fakkar
Sahabatku, optimis adalah salah satu sifat seorang mukmin sekaligus merupakan rahmat Allah SWT bagi seorang mukmin.
Imam Al Mawardi di dalam kitabnya adab ad dunya wa addien, meriwayatkan dari Anas bin Malik:
الامَلُ رَحْمَةٌ مِنْ اللَّهِ لِأُمَّتِي، وَلَوْلاَهُ لَمَا غَرَسَ غَارِسٌ شَجَرًا وَلاَ أَرْضَعَتْ أُمٌّ وَلَدًا
Sikap optimis (harapan) merupakan rahmat dari Allah SWT bagi umatku, seandainya bukan karena ada harapan (optimis) maka seorang petani tidak akan menanam pohonnya dan seorang ibu tidak akan menyusui anaknya. (Al-Mawardi, adab ad dunya wa a addin; dari Anas bin Malik)
Dan itulah satau satu yang digambarkan oleh Rasulullah atas kebaikan seorang mukmin yang tidak dimiliki oleh seseorang kecuali seorang mukmin.
Rasulullah SAW bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ المؤمنِ إِنَّ أمْرَه كُلَّهُ لهُ خَيرٌ ليسَ ذلكَ لأَحَدٍ إلا للمُؤْمنِ إِنْ أصَابتهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فكانتْ خَيرًا لهُ وإنْ أصَابتهُ ضَرَّاءُ صَبرَ فكانتْ خَيرًا لهُ - رواه مسلم
Sungguh menakjubkan perkara orang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Dan tidak terdapat yg demikian itu kecuali pada orang beriman. Jika ia mendapat nikmat/kebahagiaan, ia bersyukur karena (ia mengetahui) bahwa hal tsb memang baik baginya. Jika ia tertimpa musibah/kesulitan, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tsb adl baik baginya. (Shahih Muslim, Az-Zuhdi wa ar-Raqaiq, No.5323)
Jika dalam setiap kondisi seorang mukmin bersikap optimis, tentu lebih-lebih terhadap perkara yang telah Allah SWT janjikan atau Rasululullah SAW kabarkan akan datangnya, seperti akan datangnya pertolongan berupa kemudahan pada setiap kesulitan yang dihadapi, akan kembalinya Khilafah ‘ala Minhaj an Nubuwwah setelah masa-masa kediktatoran.
Allah SWT berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Inshirah [94]: 5)
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. .” (QS. Al Inshirah [94]: 6)
Dari Hudzaifah bin Al Yaman RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكا جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة ثم سكت
“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430. Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17).
تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكا جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة ثم سكت
“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430. Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17).
Allah SWT berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٥٥﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan dengan sesuatu pun. Siapa saja yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS An Nuur [24]: 55)
Pelajaran dari 3 Perang besar Rasulullah di awal Islam
Dalam sejarah Islam, tercatat ada tiga peperangan besar antara Kaum Muslimin dan Musyrikin yang terjadi sebelum Fathul Makkah atau Penaklukan Makkah, ketiga perang itu adalah Perang Badr, Perang Uhud, dan Perang Khandaq. Perang Badr diakhiri dengan pertolongan Allah, tatkala 300an Kaum Muslimin melawan 1000 lebih pasukan Kafir Quraisy Makkah. Keyakinan yang kuat akan pertolongan Allah, ketaatan pada Rasul-Nya menjadi kunci kemenangann peperangan yang sangat menentukan bagi perjalanan dakwah Rasulullah ini.
Perang Uhud memberikan pelajaran besar bagi Umat Muslim untuk selalu mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Kelalaian para pemanah yang hendak mengambil ghanimah (harta rampasan perang) berakibat fatal, Kaum Muslimin terdesak setelah sebelumnya memegang kendali perang, 70 sahabat menemui syahidnya, Rasulullah terluka bahkan sempat tersiar kabar bahwa Rasulullah gugur yang menggoncangkan kaum Muslimin.
Adapun Perang Khandaq, Khandaq sendiri berarti parit, karena saat itu kaum Muslimin menggali parit mengelilingi hampir seluruh Madinah. Strategi ini berdasarkan usul Salman al-Farisi, salah seorang sahabat yang berasal dari Persia. Perang Khandaq disebut juga Perang Ahzab, yang berarti bersekutu, karena lawan kaum Muslimin saat itu tidak hanya Musyrikin Mekkah, namun juga kaum Yahudi yang berada di sekitar Madinah.
Perang Khandaq ini begitu melelahkan, karena kaum Muslimin dikepung dari berbagai penjuru sehingga parit pun digali. Terkait parit ini, ada beberapa pendapat mengenai lebar dan dalamnya parit, namun yang jelas parit ini digali dengan perhitungan kuda tidak bisa melompatinya dan apabila kuda tersebut terperosok ke dalam parit, kuda itu tidak bisa keluar dari parit. Maka, bisa kita bayangkan, Rasulullah dan Umat Muslim di Madinah harus menggali parit dengan kelebaran dan kedalaman seperti itu ditambah panjangnya yang sekian kilometer.
Pekerjaan melelahkan ini ditambah dengan persediaan makanan yang berkurang makin memperberat keadaan. Kelaparan melanda, para sahabat mengganjal perutnya dengan batu, lebih-lebih Rasulullah, beliau mengganjal perutnya dengan tiga batu dan membuat para sahabat malu. Kondisi sedemikian ini ditambah dengan adanya batu yang menghalangi penggalian parit. Batu ini mungkin tak seberapa besar, namun akibat kelelahan dan kelaparan batu ini sulit dihancurkan. Hingga akhirnya kejadian ini dilaporkan kepada Rasulullah, dan beliau sendiri yang turun tangan.
Maka seperti diceritakan Al-Barra bin ‘Adzib, Rasulullah mengucapkan basmalah lantas mengambil cangkulnya lalu menghantamkannya pada batu itu hingga memercikkan api, “Allahu Akbar! Aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah, aku benar-benar melihat istananya yang bercat merah saat ini.” Lalu beliau menghantam bagian batu yang lain, dan kembali bersabda, “Allahu Akbar! Aku diberi tanah Persia. Demi Allah, aku dapat melihat istana Mada’in yang berwarna putih saat ini.” Dan ketiga kalinya beliau bersabda, “Allahu Akbar! Aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempat ini aku bisa melihat pintu gerbang-pintu gerbang Shan’a!”
Begitulah, Rasulullah membangkitkan semangat umat Muslim di Khandaq. Bagi orang-orang munafiqun apa yang dikatakan Rasulullah ini sangatlah tidak masuk akal, karena saat itu mereka dalam keadaan yang serba berat namun dikatakan akan menaklukkan berbagai negeri adidaya pada saat itu. Tapi, bagi mereka yang benar-benar beriman, apa yang dikatakan Rasulullah ini adalah suatu oase penyegar di tengah kekeringan Khandaq. Mereka dijanjikan Rasulullah bahwa suatu saat akan menaklukkan Romawi, Persia, serta Yaman.
Peristiwa yang terjadi di Perang Khandaq ini kiranya bisa menjadi pelajaran bagi kita, bahwa semangat optimisme harus ada dalam setiap hati orang yang beriman. Bahwa sesulit apapun kondisinya pasti akan ada pertolongan dari Allah. Semangat optimisme ini pula yang seharusnya bisa menyemangati dan menyakinkan umat Islam saat ini untuk bersatu dan bangkit bersama-sama. Umat Islam kini yang seolah tercerai-berai, tersekat dalam berbagai kelompok masing-masing. Bila pada Khandaq kaum Muslimin lelah karena tekanan fisik, kini kaum Muslimin lelah akibat tak bersatu. Bayangkanlah bila umat ini bersatu, bila dulu Rasulullah berkata Romawi, Persia, dan Yaman akan ditaklukkan (dan begitulah memang kejadiannya), maka pada zaman ini umat Islam seharusnya bisa menaklukkan negeri adidaya semacam Amerika, Rusia, atau Tiongkok.
Apa yang kita lakukan, itulah yang akan kita raih
Apa yang kita lakukan, itulah yang akan kita raih
Sahabatku. Allah SWt akan memberikan balasan atas amal kita sesuai dengan amal kita pula. Jadi janganlah kita mendadi berkecil hati jika apa yang kita lakukan masih banyak yang menentangnya. Sambutan terhadap dakwah kita belum sesuai dengan apa yang kita harapkan. Justru kondisi ini harus menjadi cambuk bagi kita untuk berbuat yang lebih baik dan lebih serius lagi. Bukankah Rasulullah SAW juga adalah orang yang paling menderita dalam berdakwah? Beliau mengalami pemboikotan luar biasa, diputus nafkahnya, diputus sosialnya. Bahkan beliau harus terusir dari tanah kelahirannya untuk menyelamatkan dakwah.
Sikap tegar beliau dalam menyampaikan dakwah menjadi teladan bagi kita umatnya walau rintangan menghadang, walaupun berbagai tawaran menarik ada di depan kita untuk mengalihkan dakwah ini. Di hadapan pamannya Abu Thalib ketika ditawari dengan tahta, harta maupun wanita beliau bersabda:
وَاللهِ لَوْ وَضَعُوا الشَّمْسَ فِي يَمِينِي وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الْأَمْرَ مَا تَرَكْتُهُ, حَتَّى يُظْهِرَهُ اللهُ، أَوْ أَهْلِكَ دُونَهُ
Seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, niscaya aku tidak akan meninggalkan urusan dakwah Islam ini, sampai kalimat Allah tegak di muka Bumi ini, atau AKU BINASA KARENANYA…
Seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, niscaya aku tidak akan meninggalkan urusan dakwah Islam ini, sampai kalimat Allah tegak di muka Bumi ini, atau AKU BINASA KARENANYA…
Maka jika masyarakat belum banyak menyambut seruan dakwah kita yakinlah bahwa Allah SWT akan memberikan pahala besar atas aktivitas kita. Cukuplah pahala yang dijanjikan Allah SWT menjadi penghibur kita, karena keyakinan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Dan takutlah pada hari ketika kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan). (QS Al Baqarah [2]: 281)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun. (HR. Muslim no 1016)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
أَتَانِـيْ جِبْـرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُـحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْـمُؤْمِنِ قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ، وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ.
Malaikat Jibril mendatangiku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah sekehendakmu karena kamu akan mati, cintailah seseorang sekehendakmu karena kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sekehendakmu karena kamu akan diberi balasan, dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada shalat malamnya dan tidak merasa butuh terhadap manusia. (Hadits hasan: Diriwayatkan oleh al-Hakim (IV/325), dishahihkannya dan disepakati adz-Dzahabi, sanadnya dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhiib wat Tarhiib (I/640).
قال عبد الله بن مسعود رضي الله عنه: إنكم في ممر الليل والنهار، في آجال منقوصة، وأعمال محفوظة، والموت يأتي بغتة. فمن زرع خيرًا يوشك أن يحصد رغبة. ومن زرع شرًا يوشك أن يحصد ندامة. ولكل زارع مثل ما زرع، لا يسبق بطيء بحظه، ولا يدرك حريص ما لم يقدر له. فمن أعطي خيرًا، فالله تعالى أعطاه، ومن وقي شرًا، فالله تعالى وقاه. المتقون سادة. والفقهاء قادة، ومجالستهم زيادة
Abdullah bin Mas'ud ra berkata: Sesungguhnya kalian berada pada waktu malam dan siang yang terus berjalan, ajal (tenggat waktu) yang terus berkurang, amal perbuatan yang sudah terekam, dimana kematian akan datang tiba-tiba. Siapa saja yang menanam kebaikan, pasti akan memanennya dengan suka cita. Siapa saja yang menanam keburukan, pasti akan menuai penyesalan. Tiap orang yang menanam, pasti akan mendapatkan apa yang ditanam. Tidak ada orang yang santai bisa merebut haknya, juga orang yang ambisi sekalipun tidak bisa mendapatkan apa yang tidak ditetapkan untuknya. Siapa saja yang diberi kebaikan, maka Allah yang memberinya. Siapa saja yang diselamatkan dari keburukan, maka Allah yang melindunginya. Orang yang bertakwa itu pemuka, para ahli fikih itu pemimpin, sedangkan bergaul dengan mereka banyak mendapatkan tambahan kebaikan.
Alllah SWT tidak menyia-nyiakan setiap infak yang kita keluarkan di jalan dakwah
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 261)
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 261)
مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا
Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu, dan dia tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah. (QS An Nisa [4]: 123)
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيراً
Dan barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun. (QS An Nisa [4]: 123)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan. QS Al Anfaal [8]: 36)
Sahabatku, perjuangan menegakkah khilafah adalah perjuangan mulia. Berdiam diri dari (perjuangan) tersebut adalah dosa besar. Ketiadaan Khilafah telah menjadi pintu terbukanya dosa-dosa besar. Bukan hanya satu jenis dosa besar tetapi hampir seluruh dosa besar. Ketiadaan Khilafah telah memberi fasilitas terwujudnya dosa-dosa besar itu berkembang dengan leluasa. Sekali lagi bukan hanya satu jenis dosa besar, tetapi hampir semua jenis dosa besar. Ketiadaan Khilafah telah menyebabkan kondisi darurat perzinaan dan prostitusi. Ketidaan Khilafah telah menyebabkan pemberantasan syirik tidak efektif, orang-orang murtad dibiarkan, dibiarkan pula ide-ide kemurtadan yang diajarkan dalam berbagai forum. Ketiadaan Khilafah telah menjadikan pembunuhan manusia tanpa hak dilakukan di mana-mana.
Jadi ketiadaan Khilafah telah menjadikan berbagai dosa besar marak dan tidak ada kesempatan diselesaikan dengan cara Islam. Maka ketiadaan Khilafah menjadi sumber adanya berbagai dosa besar. Dan berdiam diri, membiarkan untuk tidak memberi solusi atas dosa-dosa besar itu berkembang adalah dosa besar.
Sahabatku, kalau bukan kita siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Umur kita terbatas. Kita tak akan tahu apa yang akan terjadi setahun yang akan datang, bahkan kita tak tahu masih ada umurkah untuk esok hari?
Serpong, 26 April 2015
Komentar