Mengurung Anak dalam Ketaatan
Afifah adalah gadis lembut yang dewasa. Sikap keibuannya muncul saat ia menangani halaqoh anak-anak. Dan para ummahat peserta super manzil senang jika dibangunkan oleh Afifah, dengan sopan ia mengusap-usap kaki para peserta yang usianya diatas 30 an. Ia pun membantu teman-teman sebayanya untuk sukses menghafal Qur’an 30 juz.
Namun entah dari mana saya harus bercerita tentang gadis berumur 15 tahun ini. Banyak ibroh yang bisa diambil para orangtua dari kisahnya. Saat menyimak setoran juz terakhirnya pun mata kami sudah berlinang. Teringat perjuangannya saat ia ingin diterima diprogram supermanzil. Suami saya begitu berat menyodorkan persyaratan, afifah wajib menghafal sekuat yg ia bisa. Maka ia menghafal dari jam 10 siang sampai jam 12 malam. Lalu disambung lagi seusai qiyamullayl sampai dzuhur. Sampai matanya tampak sayu kelelahan.
Perjuangan kerasnya membuahkan hasil. Remaja yang sikapnya sudah dewasa ini berhasil menyelesaikan hafalannya dlm sebulan, di acara SUPER MANZIL. Padahal bekal yang ia bawa selama tiga tahun dari Arrahmaniyah depok hanya tiga juz.
Maka begitu selesai merampungkan juz terakhirnya, afifah langsung tersungkur bersujud lama sekali. Menyampaikan tangis tanda syukur atas campur tangan Alloh yang telah memberi kemudahan baginya dlm mengumpulkan hafalan. Dan tangisnya semakin menjadi dalam pelukan ayah dan bundanya.
“terima kasih ya Alloh…engkau pernah menitipkan dalam rahimku seorang gadis sholihah” lirih ibunya sambil terbata-bata. “dan kini engkau menambah nikmat itu, gadisku yang sangat penurut ini menjadi seorang hafidzoh” sambungnya tersedu-sedu.
Kedua orangtuanya selalu ingat saat afifah berusia 4 thn. Waktu itu ia kena DBD parah. Trombositnya tinggal 6. Keadaannya sangat kritis. Dada, perut, kedua lengan, dan dikedua paha dipasangi selang. Kedua orangtuanya terus berikhtiar mencari donor darah golongan A utk menyelamatkan afifah. Karena di PMI kosong dan semua rumah sakit yang mereka datangi tidak ada persediaan. Dalam keadaan nyaris putus asa sang ibu berdo’a “ya Alloh…berilah hamba kesempatan mengurus anak ini. Kami akan berusaha mendidik titipan Engkau ini sebagai anak yang ahlul Qur’aan, anak yang cinta kepadaMu” rupanya Alloh mendengar do’anya. Sebab tak lama kemudian darah gol A berdatangan utk afifah.
Janji terhadap Alloh ini mereka tunaikan. Setiap datang waktu maghrib, Afifah senantiasa dikurung dikamar sampai selesai sholat isya untuk membaca Qur’an. “tradisi ini membuat kami dikucilkan oleh keluarga besar” kata pak choirin bergetar, matanya berlinang. bahkan sekarangpun keluarga besarnya masih sinis “mau jadi apa nanti anak-anak hanya disuruh menghafal?” namun jalan inilah yang membuat keluarga ini mendapat kebahagiaan. Anak-anak yang sholihah, penurut dan hafal qur’an adalah permata kekayaan.
Demikian pula anaknya, ia bangga dan bahagia dengan pola pendidikan ini. “dulu saya kesal sama umi dan abi, setiap maghrib dikurung dikamar. Ga boleh keluar. Harus membaca Qur’an sampai isya” Afifah sambil mengenang. “tapi sekarang..Afifah sangat berterimakasih sama ummi dan abi, karena dengan begitu afifah jadi cinta Qur’an” sambungnya sambi terisak
“terima kasih ummi..terimakasih Abi…yang telah membuat Afifah cinta Qur’an”. Ia kembali tersedu memeluk ibunya.
“Ummi dan Abi juga berterimakasih sama kamu nak, kami bangga punya putri seperti kamu..” dan air mata semua yang hadir berderai melihat Afifah dan kedua orangtuanya berangkulan dalam tangis. Tangisan saling mensyukuri.
Para bunda yg sholihat, liburan pertengahan tahun ini sangat panjang. Jangan biarkan putra putri kita melewatkan waktu libur panjang ini tanpa kegiatan bermutu. Daftarkan mereka ke SUPER MANZIL ROMADHAN, agar siang malamnya senantiasa akrab dgn ibadah dan dekat dgn Qur’an.
Komentar